Senin, April 21, 2008

A Waltz For A Night

Let me sing you a waltz
Out of nowhere, out of my thoughts
Let me sing you a waltz
About this one night stand
You were for me that night
Everything I always dreamt of in life
But now you're gone, you are far gone
All the way to your island of rain
It was for you just a one night thing
But you were much more to me
Just so you know
I don't care what they say
I know what you meant for me that day
I just want another try, I just want another night
Even if it doesn't seem quite right
You meant for me much more
Than anyone I've met before
One single night with you, little Jesse
Is worth a thousand with anybody
I have no bitterness, my sweet
I'll never forget this one night thing
Even tomorrow, in other arms
My heart will stay yours until I die
Let me sing you a waltz
Out of nowhere, out of my thoughts
Let me sing you a waltz
About this lovely one night stand

by Julie Delpy as Celine - Before Sunset

Kamis, April 10, 2008

.................................Kasih.................................

Kasih itu sabar
Kasih itu murah hati
Ia tidak cemburu
Ia tidak memegahkan diri
Dan tidak sombong
Ia tidak melakukan yang tidak sopan
Dan tidak mencari keuntungan diri sendiri
Ia tidak pemarah
Dan tidak menyimpan kesalahan orang lain
Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan
Tetapi karena kebenaran
Ia menutupi segala sesuatu
Percaya segala sesuatu
Sabar menanggung segala sesuatu
Kasih tidak berkesudahan

I Kor 13 : 4-8

Rabu, April 09, 2008

Perpisahan, Kesedihan & Tangisan

Apa maksud dari sebuah pertemuan, kalau harus diakhiri dengan perpisahan. Apa maksud dari sebuah kebahagiaan, kalau harus diakhiri dengan kesedihan. Apa maksud dari sebuah canda tawa, kalau harus diakhiri dengan tangisan. Apakah supaya kita lebih menghargai sebuah pertemuan? Apakah supaya kita lebih menghargai kebahagiaan? Apakah supaya kita lebih menghargai canda tawa? Betapa mahal harga semua itu.

Sebenarnya, mengapa harus ada perpisahan? Pertemuan dengan orang tertentu, yang membuat kita merasa nyaman karenanya. Perkenalan yang telah membuat semakin dekat. Komunikasi yang terus dijalin sehingga membuat jiwa semakin bertemu. Lalu kenapa semua harus diakhiri?

Apakah sebuah kesalahan, bila kita ingin memperjuangkan kebahagiaan kita? Apakah sebuah kesalahan, apabila dengan memperjuangkan kebahagiaan itu, kita harus mengorbankan kebahagiaan orang lain? Padahal, bahagia itu awalnya sangat sederhana. Tidak akan menyakiti siapa pun. Tapi kini, bahagia telah membuat luka. Apakah itu karena, sifat egois yang belum bisa ditinggalkan?

Canda tawa yang biasa ada, mengapa itu juga harus diakhiri dengan tangisan. Mengapa tak bisa bercanda dan tertawa selamanya? Mengapa harus ada tangisan, padahal tangisan itu hanya akan membuat sakit di dada?

Bagaimana apabila suatu saat kita dituntut untuk mengakhiri suatu pertemuan? Kalaupun hal itu dilakukan secara perlahan, bukankah itu sama artinya, dengan menyakiti secara perlahan? Dia yang telah memberi tawa, di saat kau menangis. Memberi bahagia, di saat kau sedih. Yang telah begitu kau percaya, yang telah kau anggap orang terdekatmu, sahabat terdekatmu, dan tiba-tiba dia akan meninggalkanmu. Apa yang akan kau lakukan? Menangisinya? Apakah dengan menangisinya, akan membuatnya kembali padamu?

Bagaimana sebenarnya cara yang benar untuk menghadapi perpisahan, kesedihan dan tangisan?

Senin, April 07, 2008

Kini Aku Tahu, Rasa Itu Adalah Cinta

Photobucket

Ketika rasa itu mulai ada,
Aku tak percaya kalau itu adalah cinta
Karena aku belum begitu mengenalnya

Ketika rasa itu mulai tumbuh,
Aku masih ragu kalau itu adalah cinta
Karena aku berpikir rasa ini hanya sementara

Ketika rasa itu semakin kuat,
Aku mulai percaya kalau itu adalah cinta
Karena aku sering merindukan dirinya

Ketika rasa itu semakin nyata,
Aku semakin yakin kalau itu adalah cinta
Karena aku ingin selalu berada di dekatnya

Ketika semua orang tak ada yang percaya,
Aku tetap yakin itu adalah cinta
Karena hatiku kini telah menjadi miliknya

Ketika waktu terus berjalan,
Aku semakin sadar kalau itu adalah cinta
Karena hatiku tak bisa berhenti mengasihinya

Selasa, April 01, 2008

Arti Sebuah Gelar Akademik

Terkadang aku heran, dengan orang yang sangat membanggakan gelar akademiknya. Apa dengan sebuah gelar, langsung bisa mengubah orang yang bodoh menjadi pintar? Bisa mengubah orang yang miskin jadi kaya? Bisa mengubah orang sedih jadi bahagia?

Aku pernah mengenal seseorang yang menyandang gelar sarjana ekonomi dari sebuah universitas swasta terkemuka di kota Bandung. Waktu itu, kita sama-sama baru masuk di lingkungan kerja yang baru. Namanya karyawan masih dalam masa training, jelas saja harus belajar semuanya dari basic, dan biasanya hanya diperbantukan dulu selama 3 bulan sebelum benar-benar memegang job yang sesungguhnya. Tapi orang ini cuma bertahan kurang dari sebulan di tempat kerja, dan pada saat mengajukan pengunduran diri, aku mendengar dia berkata "Saya ini lulusan sarjana ekonomi, masa sekarang kerja saya di sini hanya membantu pekerjaan orang lain, saya merasa kemampuan saya disia-siakan di sini". Dan yang bikin aku geli , 2 bulan kemudian dia kembali menghubungi atasanku, untuk minta diterima kerja kembali di sini. Cape deh!

Ada lagi kasus lain. Kali ini bukan main-main. Lulusan S2 salah satu universitas terkemuka di Amerika. Yang buat aku heran, kuliah di negara maju seperti Amerika dan menyandang gelar master, tidak membuat pikirannya menjadi terbuka dan kritis, tapi hanya membuatnya menjadi tinggi hati karena merasa sudah hebat dan tahu segala-galanya. Aku amati, sampai sejauh ini dia tidak pernah melakukan hal-hal yang berguna bagi kemajuan perusahaan tempat dia bekerja, tapi hanya meributkan hal-hal sepele yang seharusnya lebih pantas dihandle oleh bagian umum yang lulusan SMA, dan malahan mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan baru yang tidak masuk di akal. Another cape deh!

Oleh karena itu, kita jangan pernah tertipu oleh gelar akademik. Kita tetap harus jadi orang yang "open minded". Jangan pernah menganggap hanya diri kita sendiri yang hebat, hanya diri kita sendiri yang pintar, hanya karena kita telah menyandang gelar akademik yang berderet. Orang yang bisa maju adalah orang mau menerima masukan dan kritikan dari orang lain. Karena setinggi apapun pendidikan kita, yang kita harus selalu ingat adalah "Pengalaman adalah guru yang terbaik". Gelar akademik yang tidak dibarengi dengan pengalaman, sama seperti tanaman mahal tapi tidak dirawat dengan baik, sehingga akhirnya akan kering dan mati juga.