Jumat, Desember 31, 2010

Hari Tutup Tahun

Akhir-akhir ini aku selalu merasa waktu berlalu terlalu cepat. Baru datang pagi, tak terasa sudah kembali gelap. Baru awal minggu, tau-tau sudah weekend lagi, Minggu dan bulan berlalu dengan cepat. Dan akhirnya hari ini, satu tahun juga akan berlalu. Kadang terpikir, apakah bumi yang bergerak semakin lama semakin cepat, sepertinya bumi sedang mengalami percepatan @_@

Mungkin juga dikarenakan tahun ini adalah tahun yang penuh kesibukan bagiku. Tahun 2010 telah menjadi tahun yang membawa perubahan besar dalam skenario kehidupanku, tahun yang telah membawaku masuk dalam suatu level kehidupan baru. Dimulai dari persiapan berhenti kerja dari kantor yang telah kugeluti selama lebih dari 9 tahun, persiapan-persiapan rencana pernikahan, pindah kota, dan lain-lain.

Walaupun kini aku tidak bekerja lagi di kantor, aku merasa hari-hariku jauh lebih sibuk dibanding dulu. Tetapi ada yang berbeda. Semua kegiatanku kini jauh dari rasa stres karena tekanan atasan, ataupun kesal tidak jelas karena kelakuan anak buah. Kini aku begitu menikmati kesibukanku. Karena kesibukanku kini adalah kesibukan yang menyenangkan. Hobi-hobiku yang dulu jarang atau bahkan tidak pernah bisa aku lakukan karena waktuku tersita di kantor, kini bisa kembali kujalani. Kekhawatiranku dulu saat hendak berhenti kerja karena berpikir akan cepat bosan apabila hanya berdiam di rumah, perlahan memudar. Ternyata profesi sebagai ibu rumah tangga memang jauh lebih menyenangkan dibanding wanita karir :)

So, tahun 2011, aku siap menyambutmu, tentunya dengan segenap harapan dan suka cita akan kehidupan yang akan datang. Tak lupa kuselipkan sebuah doa..,biarlah aku berjalan sesuai dengan rencanaNya, biarkan kehidupanku selalu mencerminkan keindahan kuasaNya, dan biarkan bahtera rumah tanggaku menjadi gambaran akan cinta kasihNya...

Senin, Juli 12, 2010

Ketika Papie Sakit

Beberapa waktu yang lalu papi terjatuh dan mengalami retak pada tulang punggungnya. Di usianya yang menginjak 74 tahun, perkara jatuh tentunya akan berkepanjangan akibatnya. Kami segera membawa papie ke rumah sakit terdekat. Setelah melakukan rontgen dan berkonsultasi, dokter ortopedi yang memeriksa mengatakan bahwa papie tidak apa-apa, dan dengan seiringnya waktu akan sembuh dengan sendirinya. Penjelasan ini sempat membuat kami bernafas lega untuk sementara. Namun setelah beberapa hari kondisi papie tidak membaik, bahkan terlihat sangat kesakitan saat membalikkan badan dalam posisi tidur, kami kembali membawa papie ke dokter, kali ini ke dokter yang sudah terbiasa menangani papie bertahun-tahun semenjak papi pernah terkena stroke sekitar 11 tahun silam. Sekali melihat hasil rontgen yang sebelumnya, dokter langsung berkata bahwa papi mengalami retak pada tulang punggungnya, dan segera melakukan pemeriksaan ct scan untuk lebih mengetahui detailnya. Terpikir, betapa sembrononya dokter ortopedi yang pertama kali memeriksa papi, bagaimana mungkin seorang dokter spesialis bisa melewatkan hal ini?

Sebenarnya papie diharuskan untuk rawat inap, tetapi setelah pihak rumah sakit tidak berhasil melawan sifat keras kepalanya, akhirnya papie diperbolehkan pulang dan cukup dirawat di rumah, dengan catatan apabila dalam empat hari kondisi papie tidak kunjung membaik, maka papie harus menjalani rawat inap di rumah sakit.

Dimulailah hari-hari penuh kesibukan merawat papie di rumah. Tentu saja yang paling direpotkan adalah mamie, karena sedikit saja mamie meninggalkan papie sendiri, maka hp mamie akan segera berdering, menandakan papie memanggil. Terkadang aku tersenyum melihat tingkah laku papie yang menjadi sangat manja. Tugas menemani papie di kamarnya aku ambil alih saat aku pulang kerja. Pada saat itulah mamie bisa bernafas sedikit lega, karena mamie bisa punya waktu 'lebih' banyak untuk mengerjakan tugas-tugas rumah lainnya, biarpun tetap saja papie akan segera mencari mamie kalau ditinggalkan terlalu lama, tapi setidaknya dengan adanya aku di sebelahnya, papie bisa lebih 'membiarkan' mamie melakukan kesibukannya. Biasanya aku baru beranjak meninggalkan papie di kamarnya saat mendekati jam tidurnya, karena saat itu mamie juga sudah selesai dengan pekerjan-pekerjaan rumahnya dan bisa kembali menemani papie.

Syukurlah kondisi papie semakin membaik, biarpun papie tetap belum diperbolehkan untuk bangun. Setidaknya akan diperlukan waktu sebulan sampai papie benar-benar diperbolehkan untuk bangun.

Terkadang melihat papie yang tertidur, pikiranku sempat melayang ke masa lalu, dimana kami semua anak-anaknya masih kecil, sementara papie masih muda dan gagah, dan selalu menjadi orang serba bisa bagi keluarganya. Tentunya menjadi lemah dan tak berdaya seperti sekarang juga menjadi beban batin baginya.

Aku tidak akan berkata muluk-muluk bahwa aku adalah anak yang baik dan berhati mulia. Aku sadar aku pun sering larut dalam kesibukanku sendiri. Padahal yang dibutuhkan papie hanyalah seorang teman. Dengan duduk di sebelahnya, bercerita tentang hal-hal apa saja, atau mengomentari acara-acara tv yang kami tonton bersama, papie sudah terlihat sangat senang.

Kebanyakan kita (termasuk juga aku), anak-anak muda yang beranjak dewasa, kita terlalu tenggelam dalam kesibukan kita sehingga sering melupakan pentingnya perhatian bagi orang tua kita yang menginjak usia senja. Aku ingat, pernah suatu saat temanku mengeluh, dengan terus mengurus mamanya yang sudah tua, dia seperti mempunyai bayi yang sangat rewel. Mungkin dia lupa, bahwa dia pun pernah menjadi seorang bayi bagi mamanya. Pernah menjadi anak kecil yang sangat nakal, dan begitu sangat menyita perhatian di sela-sela kelelahan orang tua ketika mencari nafkah. Satu hal yang perlu untuk kita ingat, suatu saat pun kita akan sampai pada usia mereka...

Jumat, Juni 11, 2010

8 Juni Tahun Ini...

Hanya sebuah tanggal di antara puluhan tanggal di bulan ini
Hanya sebuah hari di antara ratusan hari di tahun ini

Namun adalah moment dimana aku melihat kembali
Ukiran cerita yang telah terpatri pada dinding kehidupan
Ulasan warna yang telah mengisi setiap langkah
Dalam satu tahapan waktu yang telah lewat

Kedewasaan yang semakin kujelang
Keindahan hidup yang semakin kusadar

Aku tahu dan bersyukur
Aku bahagia dan tersenyum

Satu tahun telah kembali Kau anugerahkan kepadaku
Aku siap untuk melangkah dan menapaki jalan berikutnya

Sabtu, April 10, 2010

Siapkah Kalian Bila Tiba Waktunya?

Terkadang beberapa orang tertentu tabu untuk membicarakan kematian. Padahal kematian adalah hal yang wajar, sama wajarnya seperti sebuah kelahiran, keduanya sudah menjadi bagian dari siklus kehidupan manusia yang tidak bisa dihindari. Lahir, menjadi dewasa, menjadi tua, mengalami kematian, adalah perputaran kehidupan “sementara” manusia di dunia kita ini. Tidak pernah ada yang tahu kapan saat itu akan tiba, karena kematian datang tanpa permisi. Bisa jadi kemarin kita masih bercanda, tertawa, tanpa pernah terpikir saat itu akan menjadi saat terakhir. Biarpun kita sadar semua akan mengalaminya, kematian tetap akan menimbulkan duka akan rasa kehilangan, dan bagi yang ditinggalkan tidak akan pernah merasa siap untuk mengalaminya.

Persis seperti kejadian yang aku alami sendiri. Beberapa hari lalu aku mengambil cuti dari pekerjaan kantorku, dikarenakan ada keperluan di luar kota. Saat bangun pagi, aku dikagetkan dengan berita yang dikirim melalui sms oleh temanku, berita tentang kabar kematian salah seorang teman kantorku. Kepergian mendadak yang membuat kaget semua orang, apalagi sehari sebelumnya dia masih bekerja seperti biasa, sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. Selama ini tidak terdengar dia ada menderita suatu penyakit tertentu, dan dia juga termasuk orang yang selalu menjaga kesehatan. Aku sendiri tidak pernah mengira, pertemuan sebelum libur long weekend minggu kemarin adalah pertemuan terakhir dengannya. Bahkan sampai saat ini, aku masih seperti yang tidak percaya kalau dia sudah pergi mendahului kami. Dia pergi meninggalkan seorang istri dan anak perempuan yang baru berumur 10 tahun. Sang anak terlihat tabah, bahkan menghibur mamanya “Mama jangan menangis, nanti aku jadi ikut menangis juga” Mamanya bercerita dengan berurai air mata, anaknya menulis sepucuk surat untuk papanya, yang antara lain isinya dia meminta maaf kalau terkadang menjadi anak yang tidak patuh, hingga sampai pada saat mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya…

Apakah aku takut akan kematian? Ada kecemasan, karena aku belum pernah mengetahui, bentuk kehidupan seperti apa yang akan aku temui setelah kehidupan sekarang. Ada rasa takut, disebabkan karena aku merasa belum cukup melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan berguna bagi orang-orang yang aku sayangi. Juga ada rasa tidak percaya diri, karena aku belum merasa siap untuk bertanggung jawab atas semua perbuatan-perbuatan semasa hidupku.

Kematian bisa pergi menjemput setiap saat, dan bila sudah waktunya tidak pernah ada yang bisa menghindarinya. Hidup ini sebenarnya sangatlah singkat. Akan lebih baik apabila kita mengisinya dengan hal-hal berguna, bukan hanya dengan keluhan. Belajar mensyukuri hidup, janganlah diisi dengan cercaan dan makian. Karena kapan saat itu tiba, kita memang tidak akan pernah tahu.

Tapi ada yang lebih aku takuti, dibanding kematianku sendiri. Aku lebih takut menghadapi kematian orang-orang yang aku sayang. Aku takut akan rasa kehilangan. Kalau boleh memilih, aku tidak ingin menjadi orang yang ditinggalkan. Bahkan aku masih ingat, saat aku masih kecil, aku pernah tiba-tiba berkata kepada mami sambil menangis “Aku kan anak paling kecil, jadi nanti meninggalnya paling akhir, aku tidak mau seperti itu”. Saat itu mamiku hanya tersenyum sambil menenangkanku, menghadapi kepolosan seorang anak kecil, yang berpikir hanya umur tua lah yang bisa mengakhiri sebuah kehidupan. Bahkan hingga kini dewasa, aku kadang bercanda dengan tunanganku, “Janji ya, kamu tidak boleh pergi duluan, kalau sampai harus ada yang pergi duluan, itu harus aku”. Mungkinkah aku egois dengan cara pikirku ini? Kematian bagi yang mengalaminya, mungkin hanyalah perubahan bentuk dari kehidupan sekarang menjadi kehidupan yang lain. Tapi bagi yang ditinggalkan, tentunya tidak sesederhana itu, akan ada waktu-waktu sulit yang harus dilewatinya. Biarlah kalian menilai ini adalah salah satu bentuk keegoisanku. Tapi aku tetap lebih memilih menjadi orang yang meninggalkan daripada yang ditinggalkan, karena aku sungguh lebih takut menghadapi rasa kehilangan akan kematian orang-orang tersayang dibanding kematian itu sendiri...

Jumat, Maret 26, 2010

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api
yang menjadikannya abu...


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada...

~Sapardi Djoko Damono~

Kamis, Maret 25, 2010

Ketika Aku Kanak-Kanak

Akhir-akhir ini, salah satu keponakan perempuanku terus memaksaku untuk menginstal game online Ayo Dance di pcku. Berkali-kali kutolak, berkali-kali pula ia mendesak. Beberapa hari sebelumnya, ia membuatku terheran-heran, saat main ke rumah dan kuperbolehkan memakai pc, dengan lancarnya ia browsing ke sana kemari, membuka banyak sekali game-game dari website tertentu, entah siapa yang mengajarinya. Yang jelas ia terlihat betah sekali, biarpun kutinggalkan sendirian di kamarku cukup lama. Umurnya baru 10 tahun, tapi ia sudah tahu terlalu banyak, ataukah cara pikirku yang ketinggalan jaman? Terkadang di jam-jam kerjaku, dia mengirim sms yang isinya hanya pesan singkat “online ym yuk..”

Aku jadi teringat masa kecilku, masa kecil yang sangat jauh dari dunia maya. Aku ingat punya sepasang boneka, boneka sederhana yang bahannya dari plastik, yang satu warnanya merah muda dan yang satu warnanya putih cream. Kemana-kemana dua boneka ini selalu kubawa, dari bermain di halaman, manjat pohon, mandi, sampai pergi tidur. Sering keduanya kuajak berbicara, seolah-olah mereka hidup. Setiap malam, aku sering pura-pura tidur dan berharap boneka-bonekaku akan hidup setelah lewat jam 12 malam. Hahaha, aku terlalu terpengaruh dengan salah satu cerita dongeng favoritku, karya HC Andersen.

Ada lagi sebuah boneka kelinci yang bentuknya bulat, bajunya berwarna merah, bagian bawahnya terdapat sepasang roda kecil, dan pada bagian depannya terdapat tali yang bagian ujungnya diberi pegangan berwarna kuning. Apabila tali ini ditarik, maka boneka akan mengikuti kita, kepalanya akan menengok ke kiri dan ke kanan, dan mengeluarkan bunyi, net not net not net not. Dan aku sering membawanya berkeliling seluruh penjuru rumah, sampai ke halaman rumah, berbuat seolah-olah aku sedang berjalan-jalan ke suatu tempat, dan kelinci net not terus menemani di belakangku. Aku masih ingat, umurku saat itu juga kurang lebih 10 tahun…

Bosan bermain sendiri, biasanya salah satu kakakku juga sering menemaniku bermain, yang paling sering adalah kakak ketigaku, yang umurnya hanya beda 4 tahun dariku. Dia sering sekali mengajariku berbagai macam permainan. Kadang kami bermain kertas wayang, masing-masing mengeluarkan satu kertas wayang jagoannya. Kemudian kertas wayang ini dilempar ke udara, pemilik kertas wayang yang terjatuh dengan gambar tetap menghadap ke atas akan menjadi pemenangnya, dan yang kalah harus membayar dengan kertas wayang miliknya. Permainan yang sangat sederhana ya? Tapi kami bisa betah berjam-jam memainkannya.

Dia juga mengajariku bermain layangan. Biasanya aku membantu menaikkan layang-layang dengan cara memegangnya dari kejauhan kemudian melepaskannya, dan kakakku sambil berlari kecil berusaha menaikkan layangannya. Sesekali dia akan memperbolehkanku memegang tali layangan saat layangan sedang asyik menari-nari di langit, sambil berpesan “Perhatikan layangannya ya, kalau mulai terbang menurun, atau ada layangan lain mendekat, segera kasi tahu” Aku masih ingat, pernah sekali dia mengomel karena aku terlambat bilang kalau ada layangan lain mendekat, sehingga layangan kami pun putus.

Kalau ada teman-temanku datang ke rumah, ataupun teman-teman kakakku, biasanya kami suka bermain kejar-kejaran atau dulu sering kusebut main uberan. Uberan dari kata uber, karena memang bermainnya terus diuber-uber / dikejar-kejar. Dimulai dengan hompimpah, sampai tersisa dua orang yang harus suit, dan yang kalah harus mengejar teman-temannya yang lain. Gara-gara permainan ini, aku sampai bersikeras ke kakakku, minta diajari memanjat pohon, karena kalau bermain dengan teman-teman kakakku, aku selalu termasuk yang paling kecil, dan terkadang mereka semua menggodaku saat aku yang harus mengejar mereka. Biasanya mereka suka memanjat pohon, sehingga aku hanya bisa berteriak-teriak dari bawah karena tidak bisa menangkap mereka.

Ada lagi satu permainan lucu, mungkin ini permainan ciptaan kakakku dan teman-temannya sendiri. Permainan ini biasanya aku mainkan dengan teman-teman kakakku yang pertama. Kakakku yang pertama beda 11 tahun denganku, jadi saat aku kelas 1 SD, kakakku sudah SMA kelas 3. Permainannya kami sebut permainan patung, ada patung lurus, patung bengkok, patung joget, dll. Saat berjumpa, salah satu akan dulu-duluan berteriak “Patung Lurus!!!!” dan yang kalah cepat harus jalan lurus terus sampai menabrak pembatas atau dinding. Sebaliknya kalau perjanjian sebelumnya bermain patung bengkok, maka yang diteriakkan adalah “Patung Bengkok!!!” dan yang kalah harus jalan sambil belok kanan kiri sampai menabrak sesuatu. Aku ingat ada salah satu teman kakakku yang mainnya hanya mau patung joget. Alhasil yang kalah harus berputar berjoget-joget.

Semua permainan masa kecilku memang sederhana. Tapi aku mempunyai banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungan, dan banyak dilatih hidup bersosialisasi sewajarnya dengan kepolosan masa kanak-kanak. Bila dibandingkan anak-anak sekarang, mayoritas asyik dengan dunianya sendiri, mereka lebih banyak berteman dalam dunia maya, sehingga sosialisasi hidup sehari-harinyanya menjadi kurang. Kalau dulu kita belajar seiring dengan pola pikir seorang anak kecil, banyak anak-anak sekarang yang menurutku sudah lebih dewasa dari yang seharusnya. Atau lagi-lagi aku yang ketinggalan jaman? Entahlah, tapi yang jelas, aku merasa sangat beruntung menjadi anak kecil pada masaku dahulu…

Senin, Maret 22, 2010

Arti Seorang Sahabat

Hanya butuh waktu yang amat singkat untuk membenci dan menyakiti seseorang, dan kemudian menjadikannya sebagai seorang musuh, tapi akan butuh seumur hidup untuk menemukan seorang sahabat. Kalimat ini pernah aku baca pada salah satu artikel tentang persahabatan, dan setelah kupikir lagi, kalimat ini memang tidak berlebihan. Seberapa banyakkah di antara kalian yang mempunyai seorang sahabat yang benar-benar “sahabat” ? Aku berani menjawab sambil tersenyum, aku punya, biarpun jumlahnya tidak banyak. Aku mempunyai banyak sekali teman, tapi hanya beberapa yang bisa aku sebut sebagai sahabat.

Banyak yang bisa menjadi sahabat kita, orang tua pun sebenarnya merupakan sahabat kita, kakak atau adik pun bisa menjadi sahabat kita. Juga kekasih ataupun istri/suami pun sebenarnya adalah sahabat kita. Tapi yang aku maksud sahabat di sini adalah seseorang yang murni dia hanyalah teman kita, tidak mempunyai tali kekeluargaan dengan kita, ataupun bukan bagian dari keluarga kita. Tanpa mengecilkan artinya, tentu adalah hal yang sewajarnya apabila kita selalu menjadi sahabat bagi keluarga sendiri, ataupun bagi pasangan hidup, karena mereka adalah bagian dari hidup kita, yang telah mempunyai ikatan batin dengan kita.

Tapi bagaimana dengan orang yang sebenarnya asing, dalam arti sama sekali tidak punya ikatan persaudaraan dengan kita, bahkan mungkin baru kita jumpai setelah dewasa, tapi dia begitu pedulinya dengan kita? Mereka akan ikut bersedih saat kita berduka, mereka akan ikut marah apabila melihat kelakuan kita yang tidak pada tempatnya, mereka tak sungkan berkata pedas mencela kita, tapi mereka juga bisa ikut menangis bersama kita, dan ikut merasakan kebahagiaan saat kita bahagia. Bersama sahabat, kita memang tidak selalu melewati masa-masa keceriaan, ada waktunya kita akan mengalami juga masa-masa yang melelahkan bahkan menjengkelkan. Dan setelah kuingat-ingat, aku juga selalu melewati masa-masa itu dengan sahabat-sahabatku. Karena persahabatan itu adalah suatu proses, dimana kita akan melewati senang sekaligus benci, dihibur juga disakiti, didengar dan diabaikan. Justru dengan adanya proses inilah, kita bisa menemukan seorang sahabat.

Seorang sahabat, tidak akan pernah sungkan untuk mengatakan sesuatu yang menyakitkan, kalau dia pikir itu memang untuk kebaikan kita. Ada saatnya kita akan sangat marah saat itu, merasa tidak dimengerti olehnya. Bahkan terkadang bisa membuat hubungan persahabatan menjadi dingin dan menjauh. Tetapi seorang sahabat, tak akan pernah hilang, suatu saat dia akan kembali, dan kembali menyapa kita dengan hangat, kembali berbagi kebahagiaan dengan kita.

Buat sahabat-sahabatku, terima kasih telah hadir dalam kehidupanku. Mungkin terkadang aku bisa menjadi teman yang sangat sangat menyebalkan, membuat kalian habis kesabaran. Mungkin persahabatan kita tidak selalu berjalan mulus. Mungkin terkadang aku juga sering dibuat kesal dengan kalian. Tapi semakin beranjak dewasa, aku semakin menyadari, sungguh tidak mudah menemukan kalian. Love you, all...

Rabu, Februari 17, 2010

Seekor Kucing Kecil

Akhir-akhir ini ada seekor anak kucing kecil yang selalu mengganggu pikiranku bila tak sengaja menjumpainya. Seekor kucing kecil yang kini tinggal berdua bersama induknya, entah kemana 2 ekor saudaranya, semula mereka selalu terlihat bermain bertiga, tapi kini hanya tinggal seekor, warnanya putih bercampur totol-totol kelabu. Dia sangat penakut terhadap manusia, mungkin sering diwanti-wanti oleh induknya, kalau banyak manusia jahat di sekitar mereka yang tidak menghendaki keberadaan mereka. Biarpun beberapa kali aku sering memberinya makan, tapi sekali pun aku tidak pernah berhasil mengelusnya. Dia selalu menghampiri makanan yang kuberikan saat aku sudah beranjak menjauh. Dan dia selalu berlari pergi saat aku kembali berusaha mendekati. Aku hanya bisa mengamatinya dari kejauhan. Yang membuat hatiku risau, sudah tiga hari terakhir ini, kaki depan kirinya terlihat pincang, dan sepertinya agak parah. Entah mungkin terinjak orang, atau tertabrak motor. Ingin sekali aku bisa mendekati, menggendong dan memeriksa kakinya, tapi seperti biasa, dia selalu berusaha menjauh saat aku mencoba mendekat. Aku begitu khawatir, kalau-kalau kakinya akan cacat permanen, karena sering aku memperhatikan secara diam-diam lewat jendela, sepertinya kakinya bengkak sampai-sampai tdk bisa untuk menapak secara normal, sehingga selalu ditekuknya saat dia gunakan untuk berjalan.

Mungkin sebagian orang akan menilai kekhawatiranku berlebihan, toh hanya seekor kucing, dan entah ada berapa banyak ekor kucing terlantar yang hidup di jalanan, yang setiap harinya selalu berjuang hidup dengan mencari sisa-sisa makanan di tong sampah. Tapi binatang yang satu ini memang hampir selalu mengusik hatiku saat tak sengaja aku melihatnya terlantar di jalan. Apalagi apabila yang kujumpai adalah kucing kecil yang terpisah dari induknya.

Pernah juga suatu saat, pagi-pagi begitu sampai di tempat kerja, ada seekor kucing kecil penuh luka, menggigil kedinginan, dan berteriak mengeong keras sekali, mengundang iba. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menggendongnya, membungkusnya dengan kain, dan menaruhnya di sebuat pot tanaman, yang letaknya tak jauh dari ruang kerjaku. Aku berusaha memberinya makan, tapi sepertinya dia tak ada keinginan makan, hanya mencium-ciumnya sedikit, tampak tak berselera. Akhirnya kuelus-elus dia dalam bungkusan kainnya, dan tak lama dia tertidur. Kulihat badannya, di beberapa tempat penuh luka, entah disebabkan karena apa. Sesekali dia kutengok, dan kuraba badannya, terasa mulai menghangat dan sudah tidak menggigil lagi. Dan percaya atau tidak, dia terus tertidur dari pagi hingga jam kerjaku usai. Akhirnya aku terpaksa membatalkan janjiku sore itu untuk bertemu dengan teman-temanku, karena aku lebih memilih pulang ke rumah dan membawa pulang kucing kecil itu. Namanya Luna, dan baru sehari saja di rumah, dia sudah kembali menjadi lincah dan bermain bersama kucing-kucing peliharaanku yang lain. Sayangnya Luna tidak berumur panjang. Suatu pagi mami menemukannya tercemplung ke dalam bak mandi, tidak ada yang mengetahuinya, dan pada saat ditemukan sudah dalam keadaan tidak bernyawa. Aku masih ingat, mami memberiku kabar duka itu saat aku baru saja tiba di kantor. Aku langsung menangis mendengarnya. Aku berusaha menghibur diriku, setidaknya aku sudah berusaha melakukan yang bisa aku lakukan untuk Luna, dengan membawanya pulang dan merawat luka-lukanya. Mungkin saat ini Luna sudah ada di surga, bermain bersama Kathy, kucingku yang sudah mendahului Luna.

Pernah lagi aku sedang melintas di suatu jalan mengendarai mobil. Di sisi kiri tampak seekor induk yang sedang menjilati seekor anaknya, sedangkan tepat di depan mobil, terlihat seekor lagi anak kucing yang sedang mengendus-ngendus sesuatu, yang ternyata setelah kuperhatikan ternyata seekor anak kucing juga, yang sudah mati karena terlindas entah oleh siapa, tergeletak begitu saja di tengah jalan, ditunggui oleh salah seorang saudaranya, yang tak juga mau pergi meninggalkan. Sampai-sampai seorang pejalan kaki harus menggendongnya dan meletakkannya di dekat induknya. Miris hatiku melihatnya.

Terkadang aku berpikir, kenapa ada manusia-manusia tertentu yang sangat membenci kucing, bukan hanya sekedar menendang, tapi ada juga yang sampai tega dengan sengaja membunuhnya. Ini kualami sendiri, karena seekor kucingku pernah kutemukan tergeletak di halaman rumah dengan kondisi sekarat karena habis dipukuli. Mamiku menggendongnya dan meletakkannya di dalam kardus. Kuperhatikan, dia menatapku, mengeong lemah seperti hendak mengucapkan sesuatu, dan tak lama pun dia pergi. Pernah lagi kucingku yang lain, mengeong minta dibukakan pintu, karena hendak bermain di luar. Dan tak lama setelah itu, pembantuku berteriak karena menemukannya tergeletak di depan pagar rumah dengan kondisi mengeluarkan busa putih dari mulutnya. Ada yang dengan sengaja meracunnya. Kugendong dan kubungkus kain, dengan paksa kumasukkan cairan norit ke dalam mulutnya. Tapi kondisinya sudah tak tertolong, tak lama dia pun pergi. Kembali aku meneteskan air mata mengiringi kepergiannya. Sempat terbesit rasa bersalah karena aku telah membukakan pintu untuknya. Seandainya tidak, dia pasti masih bersamaku saat ini.

Bagi orang-orang tertentu, kucing hanya merupakan binatang pengganggu, yang keberadaannya mengganggu kenyamanan hidup mereka. Padahal saat kita bisa menyukai mereka, kucing bisa menjadi binatang lucu yang sangat menghibur. Seperti Kus-Kus, salah satu kucing peliharaanku di rumah, aih, tingkahnya sangat lucu dan menggemaskan. Kucing pun sebenarnya bisa mengerti, mana manusia yang bersahabat dengan mereka, mana yang tidak menghendaki kehadiran mereka. Kus-Kus akan menyambut kepulanganku dengan riang, mendahului masuk saat aku membuka pintu kamar, langsung berlari mendekat saat kuteriakkan namanya. Sebaliknya terhadap orang-orang tertentu, dia akan begitu tidak peduli dan dianggapnya seolah tak ada, walaupun namanya dipanggil berkali-kali.

Sering aku berkhayal, andai saja aku bisa mempunyai sebuah rumah, yang khusus aku peruntukkan untuk kucing-kucing terlantar, dipelihara oleh orang-orang yang memang seorang pecinta kucing. Dirawat dan dimandikan secara berkala, diberi makan dengan teratur, aih, tentunya akan tercipta sebuah 'surga' kucing terlantar.

Setidaknya, jika kalian bukan pecinta kucing, cukup menjauhlah dari mereka, tidak perlu menendang ataupun sengaja memukulnya. Mereka hanya mahluk kecil, yang bertindak berdasarkan insting semata. Tidak perlu kalian bertindak berlebihan dengan sengaja mencelakakannya. Apalagi sebenarnya, mereka bisa menjadi teman bermain yang sangat menghibur. Coba saja ambil seutas tali, gerak-gerakkan tali itu di depan mereka, dengan segera mereka akan mengejar dan bermain dengan gembira, bahkan melupakan kalau sebelumnya kalian telah menyakiti mereka...

Kamis, Januari 07, 2010

Tak Pernah Ada Kebetulan

Saat kau bersuka dengan hidupmu
Dan orang-orang begitu mengagumimu
Kau berpikir semua karena kepintaranmu belaka

Dan ketika kau bersedih dengan deritamu
Serta orang-orang mencercamu
Kau pun mengeluh mempertanyakan keadilan

Pernahkah terbesit di hatimu
Selalu ada maksud dan tujuan di balik semua itu
Karena percayalah, kebetulan itu tidak pernah ada

Sukacitamu, hanya karena Dia memudahkan jalanmu
Kesedihanmu, karena Dia hendak mengingatkanmu
Ada campur tanganNya yang ingin menjadikanmu luar biasa
Semua berjalan dalam konteks cerita yang sempurna

Sejenak, duduk, diam dan resapilah
Adakah perbuatanmu mencerminkan keindahan Penciptamu
Adakah karyamu telah berbuah nyata bagi sesamamu

Oleh karena itu, bangkit, berjalan dan hadapilah
Biarkan kehendakNya bekerja dalam hidupmu
Rasakan kehadiranNya dalam setiap skenario kehidupanmu

Dan apabila Dia selalu menyertaimu
Lalu apa lagi yang hendak kau resahkan...

Rabu, Januari 06, 2010

Menulis Dengan Indah

Menulis, bukan pekerjaan yang sulit, tapi juga bukan merupakan hal yang mudah. Kalimat yang terlalu pendek, terkadang belum mewakili isi yang hendak disampaikan. Kalimat yang terlalu panjang, terkadang malah mengaburkan makna yang hendak diutarakan.

Aku juga bukan orang yang pandai menulis. Aku hanya menulis di saat aku ingin menulis, itupun hanya berupa puisi atau prosa pendek, dan tak jarang tulisan itu terselip begitu saja dan akhirnya terlupakan. Ada saat-saat dimana keinginan menulis begitu kuat, tapi saat kucoba untuk kutorehkan, satu kalimat pertama terasa begitu sulit untuk dikeluarkan. Kadang kucoba untuk menulis cerita pendek. Kutulis sebuah cerita, dan pada akhirnya aku bingung bagaimana cara menyelesaikannya. Jadi, kalimat penutup pun kadang juga tak mudah untuk ditemukan.

Saat menyelesaikan satu bacaan dari buku-buku novel koleksiku, sering terpikir sesudahnya, butuh waktu berapa lama untuk menulis satu buku yang baru saja selesai aku baca ini. Sementara aku sendiri, bisa butuh waktu berjam-jam untuk menulis satu artikel pendek di blog. Karena itu, aku selalu mengagumi pengarang buku yang bisa membuatku membuka bukunya tanpa henti, ataupun menyayangkan saat aku sudah sampai pada halaman terakhirnya. Membaca buku-buku seperti ini hampir sama penasarannya dengan memainkan sebuah game RPG yang membuat kita selalu penasaran dan selalu ingin tahu apa yang akan kita hadapi selanjutnya.

Menulis, memang tidak pernah mudah. Mungkin bisa dibilang menulis adalah talenta, sehingga tidak semua orang bisa. Yang jelas, aku sangat menghargai tulisan-tulisan yang mampu membuat pembacanya terhanyut, tulisan-tulisan yang terlihat indah dan seolah mempunyai 'jiwa' karena mampu meninggalkan kesan di hati pembacanya.